Wednesday, April 15, 2015

The Strongest Barrier

Adakah palang itu kan roboh?
Sebuah palang yang tak kasat mata namun lebih kokoh dari ketiga barrier ciptaan demon-demon Naraku, yang bahkan pedang Tessaiga kewalahan menghancurkannya.

Adakah saatnya batas itu kan pudar?
Sebuah pembatas yang lebih nyata dari isolasi geografis di masa evolusi, oleh gunung-gunung yang menjulang dan luasnya bahari.

Suatu saat, mungkinkah palang itu kan menjelma menjadi emulgator?
Sebuah zat pengemulsi yang menyatukan air dan minyak yang sering disebut bermusuhan karena adanya perbedaan tingkat polaritas pada keduanya.

Entah kenapa, kepakan sayap kupu-kupu di perutku semakin menggebu ketika kucoba melewati palang-palang tersebut. Sebuah palang yang tak berarti apa-apa bagi kebanyakan orang.
Apakah palang itu tak bekerja bagi mereka yang tak menganggapnya ada?
Haruskah ia tak kuanggap ada juga?
Namun adakah cara untuk tetap berdiri tegap dan berjalan maju ketika di hadapanmu terpampang ombak raksasa yang seakan siap menelanmu?
Pembatas itu terlalu nyata untuk dianggap tak terlihat..


2 comments:

Muh. Aldy Jabir said...

Malam di balik malam. Kisah hitam di dalam hitam. Kobaran api di sekat malam. Beginilah tengah malam. Membaca dan menghayati puisi kakanda di tengah malam. Begitu luruh raga ini. Sunyi, hitam pekat... Hanya ada aku dan puisi ini, seakan menyatu tanpa perlu zat pengemulsi yang menyatukan air dan minyak.

Kini aku telah sampai ke bait terakhir, ingin rasanya kucekau puisi ini. Bahkan terlalu terlihat untuk dianggap tak nyata.

Zakinah Rizky Rahman said...

Wwaahh, bingung mau balas apa. Kata-katanya ketinggian buat saya dek :D
Syukron sudah mampir membaca ^^

Post a Comment

 

Blog Template by BloggerCandy.com