Thursday, November 1, 2018

Memetik Hikmah

Malam ini tepatnya kemarin (karena saat ini waktu sudah melewati 00.00), merupakan kali pertama bagi saya memasuki ruang operasi

Sakit yang saya alami mungkin tak sampai terpikirkan orang-orang untuk ditangani dengan cara operasi karena kasusnya yang lagi-lagi sebagian orang pikir mungkin hal yang sepele, tapi tak perlu saya sebutkan heheh intinya untuk sembuh ya memang harus dioperasi

Bagi orang awam seperti saya, mendengar kata operasi sudah cukup menimbulkan rasa ngilu, terlebih lagi memikirkan bahwa sebentar lagi saya yang akan memasuki ruang operasi
Bed hospital didorong, saya hanya terbaring pasrah, suara roda-roda kecilnya cukup menyeramkan, sampai saya bertanya kepada perawat "boleh jalan saja, sust?"

Sesampainya di depan ruang operasi, lengkap dengan baju dan surgeon cap, saya diminta untuk menunggu lalu ditinggal sendirian, sampai ruangan benar-benar bisa digunakan.
Saat itu rasanya lama sekali, kurang lebih sekitar 20 menit, waktu berjalan sangat lambat.
Di lorong kosong itu, tepatnya di depan ruang operasi, saya sendirian. Hening. Hanya detakan jam dinding rusak yang saya dengar. Semua do'a, dzikir, dan surah-surah yang terlintas saya lafalkan.

Keluarga hanya boleh menunggu di depan. Tanpa handphone atau apapun itu. Saya benar-benar sendirian. Sepi dan tak tahu mau berbuat apa.

Seketika terlintas dibenak saya, mungkin akan seperti ini suasana di alam kubur nanti, bahkan akan berlipat-lipat kali jauh lebih sepi. Hanya saya seorang. Tanpa orang-orang yang saya sayangi, tanpa gadget yang setiap hari menemani, hanya dengan kain putih dan amal-amal yang tak seberapa yang sampai saat ini saya lakukan.

Pikiran mengenai operasi yang akan saya jalani beberapa menit kemudian seakan sirna oleh pikiran-pikiran di hari kemudian yang pasti saya dan semua orang akan lalui.

Setelah penantian panjang dan waktu bermuhasabah itu, perawat pun keluar, lalu membawa saya memasuki ruang operasi. Bau obat-obatan begitu menyegat, suhu ruangannya pun cukup dingin. Peralatan operasi yang sering saya liat di drama korea ber-genre medical berjejer rapi di sana. Lagi-lagi pasrah.

Dan hal yang paling saya nantikan adalah obat bius. Rasanya ingin cepat-cepat tidur saja, lalu keluar dari ruangan itu tanpa memikirkan apa-apa. Dan benar saja, hanya beberapa kalimat dari dokter yang saya ingat, selebihnya saya tak mengingat apa-apa lagi, dan ibu saya sudah di depan mata saja. Saat setengah sadar itu, entah kenapa air mata saya terus mengalir dengan sendirinya, semacam ada kenangan-kenangan pahit yang terputar bak cuplikan film. Tapi lagi-lagi saya tidak begitu ingat.

Setelah mencari dan melihat ibu saya, satu nama tanpa sadar terus terucap dari bibir, menanyakan keberadaannya. Ketika bad hospital di dorong keluar dari ruang operasi, ternyata dia sedang berdiri menunggu di depan, walaupun penglihatan belum terlalu jelas, namun saya yakin itu dia. Saya tersenyum legah.

Setelah melalui hari yang terasa sangat sangat panjang ini, dipenghujung malam, saya sadar bahwa luka kecil yang selama ini saya abaikan dan anggap remeh, akhirnya harus ditangani dengan proses yang begitu rumit, pulang balik rumah sakit beberapa kali, opname, hingga operasi.

Namun saya mencoba untuk tetap bersyukur, karena Allah pasti menitipkan hikmah dibalik semua ini, saya menjadi tahu bahwa nikmat sehat adalah hal yang luar biasa, saya menjadi tahu bahwa masih banyak orang-orang yang menyayangi saya dan rela berkorban walaupun saya tahu mereka juga sedang lelah, and the last but not least, saya tahu bahwa Allah memang Maha Baik dan sangat menyayangi hamba-hambaNya



Kamis, 1 November 2018

RS. Dr. Dody Sarjoto

0 comments:

Post a Comment

 

Blog Template by BloggerCandy.com